Mahasiswa yang Meninggal Saat Diksar Mapala, Ternyata Cucu Guru Besar Unhas, Ditemukan Ada Luka Lebam

Mahasiswa yang Meninggal Saat Diksar Mapala, Ternyata Cucu Guru Besar Unhas, Ditemukan Ada Luka Lebam

rikowijaya.com – Tragedi yang menimpa Virendy Marjefy, seorang mahasiswa teknik arsitektur di Universitas Hasanuddin, Makassar, membawa kesedihan mendalam tidak hanya bagi keluarga dan teman-temannya tetapi juga bagi komunitas akademik dan masyarakat luas. Kematian tragisnya saat mengikuti kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) memicu pertanyaan serius tentang keselamatan dan pengaturan kegiatan ekstrakurikuler semacam ini.

Kegiatan Diksar yang tidak dilaporkan kepada kepolisian atau pemerintah setempat seperti yang disebutkan oleh Kapolsek Tompobulu, AKP Asgar, menunjukkan adanya kekurangan dalam perencanaan dan persiapan keamanan yang memadai. Selain itu, kondisi Virendy yang sesak napas di daerah perbukitan yang terpencil dan tinggi semakin mempersulit upaya penyelamatan, walaupun panitia telah menyediakan tabung oksigen sebagai bagian dari persiapan darurat.

Tragedi ini menggarisbawahi pentingnya mengadakan pelatihan dan penyuluhan yang lebih ketat bagi panitia dan peserta kegiatan alam bebas. Persiapan harus mencakup tidak hanya peralatan keselamatan dan darurat yang memadai tetapi juga koordinasi yang lebih baik dengan otoritas setempat dan layanan darurat untuk memastikan tanggap cepat dalam keadaan darurat.

Untuk keluarga Marjefy dan komunitas Unhas, kehilangan ini terasa sangat pribadi. Ayah Virendy, seorang mantan wartawan, dan kakeknya, seorang profesor terkemuka, merupakan sosok yang dikenal di masyarakat, menambah berat dukungan moral dan empati dari komunitas tersebut. Kehilangan Virendy tentu membawa duka mendalam bagi mereka dan juga mengingatkan kita semua tentang pentingnya pengawasan dan perlindungan yang ketat dalam kegiatan mahasiswa, terutama yang melibatkan risiko fisik yang tinggi.

Komunitas akademik dan lembaga pendidikan diharapkan mengambil pelajaran dari insiden tragis ini untuk mereformasi kebijakan dan praktek pengelolaan kegiatan ekstrakurikuler, khususnya yang berhubungan dengan alam dan petualangan. Hal ini penting untuk mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan dan untuk memastikan bahwa kegiatan ekstrakurikuler dapat berjalan dengan aman dan memberikan manfaat maksimal bagi pengembangan pribadi dan profesional mahasiswa.

Dalam kasus tragis meninggalnya Virendy Marjefy, mahasiswa teknik Universitas Hasanuddin, terdapat beberapa aspek yang membutuhkan perhatian khusus. Tragedi ini memicu pertanyaan mengenai keamanan dan pengawasan kegiatan outdoor yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan atau organisasi mahasiswa, terutama dalam hal memastikan keselamatan semua peserta.

Koordinasi dengan Pihak Berwenang dan Kesiapsiagaan Darurat

Salah satu kelemahan utama yang ditemukan dalam penyelenggaraan kegiatan Diksar ini adalah kurangnya koordinasi dengan pihak kepolisian lokal dan pemerintah setempat. Absennya izin formal dan pengawasan dari pihak berwenang dapat meningkatkan risiko saat kegiatan berlangsung, terutama di lokasi yang terpencil dan menantang seperti perbukitan atau area pegunungan.

Perlengkapan Medis dan Protokol Darurat

Pentingnya memiliki perlengkapan medis yang lengkap dan protokol darurat yang jelas sangat terlihat dalam kasus ini. Menurut keterangan, panitia telah menyediakan tabung oksigen, namun sepertinya tidak cukup untuk mengantisipasi keadaan darurat yang muncul. Hal ini menegaskan perlunya pemeriksaan kesehatan pra-kegiatan yang lebih ketat dan rencana kontingensi yang solid untuk mengatasi kondisi medis darurat.